Kupang,arahntt.com – Manajer PT PLN (Persero) UPP Nusra III, Kasirun meminta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT terkait rencana proyek pembangunan pemanfaatan energi panas bumi atau Geotermal PLTP Atadei 10 MW di Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata.
Pasalnya, pembangunan pemanfaatan panas bumi atau Geotermal PLTP Atadei 10 MW merupakan proyek strategis nasional yang tercantum dalam RUPPL 2021-2030.
Rencana pemanfaatan panas bumi atau Geotermal ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri ESDM tahun 2017.
Hal ini disampaikan Kasirun kepada anggota Komisi IV DPRD NTT saat rapat dengar pendapat (RDP) di ruang rapat Komisi IV pada Selasa, 2 Juli 2024.
“Status sekarang dalam pengeboran eksplorasi. Ini yang akan kita laksanakan. Dan saat ini sedang dalam proses pembebasan lahan,” terangnya.
Ia mengakui bahwa proyek mendukung pengurangan energi di tahun 2025 sekitar 23 persen. Di mana PLN saat ini masih menggunakan energi yang bersumber dari fosil.
“Nanti kita akan ganti pelan-pelan dengan energi baru terbarukan. Seandainya proyek ini berjalan ini adalah bagian dari 23 persen pengurangan energi,” ungkapnya.
Proyek ini, kata Kasirun, mampu meningkatkan rasio elektrifikasi di Kabupaten Lembata dan dapat mengganti mesin pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar dari luar pulau.
Ia mengakui bahwa, proyek pembangunan pemanfaatan energi panas bumi atau Geotermal di Kabupaten Lembata turut melibatkan masyarakat lokal.
“Nanti masyarakat akan dilibatkan dalam pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan masyarakat lokal,” terangnya.
Selain itu, proyek ini juga mampu membuka lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lembata.
“Dengan adanya proyek ini mampu mendukung pemerintah Kabupaten Lembata mempromosikan mengundang atau investor untuk melakukan investasi karena ketersediaan pasokan listrik yang banyak,” terangnya.
Ketua Komisi IV DPRD NTT, Mercy Piwung, mengatakan, DPRD NTT seyogianya mendukung seluruh program pemerintah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Namun pembangunan proyek ini tidak menelantarkan kearifan budaya lokal setempat, biaya ganti rugi lahan dan tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
“Harus melihat resiko yang terjadi di masyarakat. Yang paling penting adalah tidak mencaplok lahan masyarakat,” tegasnya.
Dirinya berharap, sebelum dilakukan eksploitasi pihak PLN harus melakukan pendekatan secara budaya guna menghindari konflik pasca pembangunan.
Ia berharap Komisi IV DPRD NTT dan PT PLN (Persero) UIP Nusra III Kupang bersama-sama mengunjungi lokasi proyek dan melakukan komunikasi dengan masyarakat setempat(tim)